Nasib PTS/ PTN


Harian Pikiran Rakyat 14 Mei 2020

Nasib PTN/PTS
Oleh : Mochamad Ashari,
Rektor ITS, Surabaya (2019-2024),
Rektor Universitas Telkom, Bandung (2013-2018)

Heboh pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 2 bulan, terhitung sejak kasus pertama yang mencuat pada tanggal 3 Maret 2020. Efek yang ditimbulkan sangatlah besar dan dalam meliputi banyak aspek kehidupan sosial masyarakat, dan ekonomi. Data terakhir, Sabtu (9/5) jumlah korban meninggal dunia sebanyak 943 orang, sedangkan yang dinyatakan positif terjangkit lebih dari 13.000 orang.


Kesadaran masyarakat untuk mengkarantina sendiri dan keluarganya, serta kebijakan PSBB sangat baik untuk memutus rantai penyebaran virus Corona, namun disisi lain menghantam keras ekonomi masyarakat. Isolasi diri di setiap keluarga menyebabkan turunnya transaksi ekonomi di masyarakat.

Efek pada perguruan tinggi (PT)
Ada 3 macam perguruan tinggi (PT) di Indonesia jika kita amati dari sistem pengelolaan keuangan dan sumber pendapatannya, yaitu PTS (perguruan tinggi swasta), PTN (perguruan tinggi negeri), dan PTNBH (PTN Badan Hukum). Ketiga macam perguruan tinggi ini seluruhnya masih mengandalkan dana dari masyarakat berupa SPP (sumbangan pembinaan pendidikan), UKT (uang kuliah tunggal) atau sumbangan-sumbangan dengan nama lainnya.

Nasib PTS/ PTN
Perguruan tinggi swasta merupakan institusi yang paling rentan terkena dampak akibat turunnya perekonomian keluarga. Karena, PTS pendapatannya mayoritas berasal dari sumbangan masyarakat. PTS-PTS besar sekalipun, porsi pendapatan bersih berasal dari sumbangan masyarakat tidak kurang dari 90%, sisanya berasal dari usaha-usaha sampingan yang dimiliki, seperti hotel, pompa bensin, rumah sakit. Seluruh dosen dan staf PTS adalah non Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang gajinya harus disediakan oleh PTS itu sendiri. Kalaupun ada tenaga PNS yang diperbantukan, jumlahnya tidak banyak, dan mereka digaji oleh negara. Dengan banyaknya keluarga yang terkena PHK serta usahanya macet, maka pada bulan Juli nanti, saat tiba pembayaran SPP bagi mahasiswa lama dan baru, diperkirakan banyak orangtua yang akan mengajukan keringanan ataupun pembebasan SPP. Disinilah letak problem utamanya, pendapatan perguruan tinggi akan turun drastis mulai semester depan. Disisi lain, sistem pengelolaan keuangan PTS masih harus melalui persetujuan Yayasan yang menaunginya. Aliran uang kas, sebagian besar PTS masih dikendalikan oleh Yayasan. Jika Yayasan atau PTS memiliki cadangan saldo yang cukup, maka institusi tersebut akan aman, setidaknya untuk operasional beberapa bulan kedepan. Kepala LLDIKTI wilayah 3, melalui CNN Indonesia pada sabtu (25/4) menyatakan bahwa akibat Covid-19, 80% PTS di wilayah DKI kesulitan membayar gaji dosennya. Nah, bagaimana kondisinya pada semester depan yang dimulai pada bulan Juli dan sesudahnya jika Covid-19 masih belum berakhir?


Berbeda dengan PTS, perguruan tinggi negeri baik yang Satker (satuan kerja) maupun BLU (badan layanan umum), seluruh pendapatannya dialkui sebagai pendapatan negara dan tata kelola keuangannya mengikuti aturan negara. Tipe PTN merupakan institusi yang paling aman, karena semua aspeknya mengikuti negara, kecuali jika negara mengalami kebangkrutan. Seluruh pendapatan PTN Satker, termasuk SPP harus disetor ke negara sebagai pendapatan negara bukan pajak. Sebaliknya, negara menyediakan seluruh kebutuhan dana PTN dalam bentuk gaji ASN (aparatur sipil negara) dan BOPTN (bantuan operasional PTN). Walaupun, anggaran BOPTN tahun 2020 untuk seluruh PTN dan PTNBH dipotong 15%, dialihkan ke penanganan Covid-19. PTN BLU agak sedikit beda pada sistem pengelolaan keuangan, namun esensinya sama yaitu seluruh pendapatan dan pengelolaan keuangannya mengikuti aturan negara.

PTNBH
PTNBH merupakan perguruan tinggi negeri yang semi swasta. PTBH akan mengalami dampak finansial yang cukup dalam, seperti halnya PTS, akibat ekonomi masyarakat yang turun. Meskipun PTNBH telah diberi otonomi untuk menggali sendiri sumber-sumber pendapatannya dan mengelolanya dengan sistemnya sendiri, namun PTNBH berkewajiban untuk memenuhi sendiri kebutuhan operasionalnya, termasuk membayar gaji dosen dan tendik yang Non PNS. Rasio pegawai Non PNS di PTNBH sudah lumayan tinggi, ada yang lebih dari 50% dari total staff.
Saat ini komposisi pendapatan bruto PTNBH, rata-rata terdiri dari 30%-40% berasal dari UKT, sekitar 30% berasal dari APBN berupa gaji PNS dan bantuan operasional, sedangkan sisanya berasal dari usaha PTNBH. Usaha PTNBH dapat berupa usaha komersial, perusahaan yang bergerak diberbagai bidang seperti konsultansi industri, hotel, royalty dari hak kekayaan intelektual. Namun dengan kondisi ekonomi yang menurun drastis di segala sektor, maka seluruh usaha PTNBH juga mengalami penurunan yang luar biasa. Diprediksi pendapatan dari usaha sendiri akan tinggal 20% dari total target tahun 2020. Dengan demikian, pendapatan PTNBH akan terjun bebas, dan biaya operasional akan disandarkan pada dana dari masyarakat (UKT), serta dana APBN bantuan operasional yang alokasi tahun 2020 telah dialihkan 15% untuk penanganan Covid-19.
Catatan penting dari pembahasan ini adalah banyak perguruan tinggi yang akan sangat tergantung pada SPP atau UKT selama pandemi, karena seluruh usaha sampingannya juga anjlok. Apabila pada saat tahun ajaran baru nanti, ternyata ekonomi masyarakat masih belum bangkit, banyak ketidak-sanggupan membayar UKT dan sumbangan, maka lampu merah bahaya menyala untuk perguruan tinggi Indonesia. Untuk itu dihimbau kepada para pejabat publik agar berhati hati dalam memberi pernyataan, memberi janji-janji populis untuk meringankan pembayaran UKT kepada masyarakat, karena disisi lain dapat menjerumuskan perguruan tinggi ke dalam jurang kesulitan ekonomi yang lebih parah. Demikian juga kepada para pengelola perguruan tinggi, diharapkan agar lebih berhati hati mengelola institusi, lebih berhemat, fokus, dan tetap memprioritaskan kualitas serta layanan.